Rabu, 12 Januari 2011

CRYING AGAIN

Ini adalah tempat baru.

Pakde tidak boleh mengetahui alamat baru ini. 

Hari ini ternyata kami berantem. Awalnya aku pikir kami butuh cooling down. Apa yang terjadi? Dia telepon aku. Kalian tahu betapa kagetnya aku? Aku pikir ini pakdeku yang dulu. 

Ternyata bukan.

Bentakan dan amarah terus saja mendobrak telingaku. Dadaku sesak. Air mata yang tadi sempat jatuh di kantor (ini pertama kalinya aku menangis di kantor, di depan orang, di tengah – tengah orang, ah semoga mereka tidak menyadari kejadian tadi), menjadi banjir. Mataku bengkak, suaraku serak. Kalian pasti sudah bisa menebak. Dia membenci tangisanku. Kalian tahu? Sulit mengendalikan air mata ini. 

Aku berusaha ikhlas. Aku cukup mendengarkan saja. Aku terima karena dulu pun aku pernah melakukan hal yang sama. Tuhan, sudahi karma ini. Jangan sampai dia mendapatkan hal yang sama. 

Caci makinya....

Cukup.

Aku tidak ingin merusak kesempurnaannya di dalam imaginasiku.

Pakde akan datang. Dia adalah pakdeku. Hanya milikku. Aku tidak akan mau membaginya dengan siapapun. 

Aku pikir kami tidak bertemu itu akan memperbaiki keadaan, tapi gara – gara dia masih menyimpan alamat blog yang lama, mengacaukan segalanya.

Tolong kalian beritahu pakdeku (aku akan selalu menyebutnya pakdeku, jadi kalian jangan coba – coba mengambilnya dariku), aku sedang berusaha meredam pikiran – pikiran ini. Rasanya kemarin hampir gila, tidak bisa tidur dan hanya mendengar suara – suara yang menjelek – jelekkan pakde. Aku Cuma butuh pakdeku saat itu, hanya butuh dia ada. Maka semua akan baik – baik saja. Betapa tidak? Aku senang dengan responnya kemarin. Aku mengerti dia pulang malam karena kerjaan. Aku merasa begitu damai. Dia mau aku temeni sampai pulang. Bahkan, kuliah pun dia masih sms aku terus. Rasanya ini pakdeku. Kalian tahu? Aku merasa begitu spesial. Hmmm...ijinkan aku GR sedikit, aku rasa dia kangen aku. Hahahaha...jangan tertawakan aku. Hanya saja, malam setelah dia pulang, aku mulai keanehan itu terjadi. Kepalaku sakitttttt (ditambah aku masih merasa jetlag). Rasanya di otakku crowded sekali. Aku butuh pakde menenangkanku. Sialnya, aku salah. Aku sadar tidak sadar, mengirimkan sms yang seharusnya tidak perlu aku kirimkan.

Pagi ini aku pikir ini sudah berakhir, dan dia akan meneleponku seperti biasa. Menanyakan kabarku tadi malam. Ternyata tidak. Benar dugaanku. Dia marah. Pagi – pagi dia udah OL YM. Dia langsung marah – marah. Aku kaget. Serius aku kaget. Dadaku rasanya sesak. Dan cairan di mataku menggenang lama. Aku sempat meneleponnya dan berusaha diskusi baik – baik, tetapi tidak bisa. Aku rasanya pengen lari keluar dan pulang. Membenamkan wajah di bantal. Ini pertama kalinya aku menangis di kantor. Yah, ini tidak aku sadari. Begitu saja. Di depan komputer, di tengah  - tengah aku harus membuat rekap data yang jelimetnya minta ampun. Aku menutup teleponnya dengan sepihak karena aku harus mengerjakan sesuatu tiba – tiba. Ya, aku mau serius lagi dengan kerjaanku. Keluargaku sangat butuh aku. Jadi aku tidak boleh ceroboh. Rasanya seperti mengambang. Aku mencoba mengontactnya dan mengajaknya bercanda, tetapi tidak bisa. Aku gagal. Aku juga tidak tahu harus bagaimana. Aku kemudian menjadi sangat aktif, berusaha menikmati hari ini. 

Ahhh,
12 Januari,
What happen with you?

Rasanya sedih banget. Sampai sekarang pun aku tidak bisa menghalangi mereka membanjiri mukaku. Tolong, berhentilah. Mataku sudah bengkak. Cucian yang sedang aku rendam dengan pewangi, terpaksa aku angkat langsung dan ditumpuk di ember. Tanpa dikeringkan, tanpa dijemur. Aku tidak mau orang lain melihat ini. Aku tidak mau mereka tahu aku dan pakde sedang retak. 

Tiba – tiba aku merindukan Bapak.

Dad, miss you so much.

Pakde,
Balik lagi pakde. 

Aku tertegun memandangi fotoku sendiri. Aku terlihat begitu rapuh. Sangat buruk rupa, pakde. Aku udah nggak imut lagi. Pakde jangan jijik. Aku pasti bisa gemuk lagi kok.
Aku merasa asing dengan kondisiku di foto itu, seperti bukan aku yang dulu aku tahu. Lihat mataku, tidak lagi bersinar. Tidak ada yang menarik dariku. Tidak lagi. 

Aku hanya bisa terus menangis. 

Tangisan yang sangat dibenci pakdeku.

*Honestly, aku tidak tahu kapan pakde akan kembali datang dan mengelus rambutku sambil menatapku lembut. Sangat lembut. Dia lalu berkata dengan nada rendah namun berwibawa di telingaku : Sayanx, bobo ya? Sayanx capek ya? Dan dia akan terus memandangiku sampai aku bangun. Tidak berkedip. Dia akan terus di sana.

Nite.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar