Ini adalah tepat seminggu masa training kami. Memang ada beberapa hari yang ke-skip dikarenakan kesibukan dan keterbatasan waktu (aku harap ini cukup logis ya..). Meskipun hal – hal yang tidak tercatat di sini adalah hal – hal yang cukup indah sebenarnya untuk menjadi part history kami.
Semalam, seharusnya menjadi moment yang membahagiakan bagi kami dapat melewati pergantian tahun secara bersama – sama. Tahun lalu pun aku sangat menikmatinya, bahkan lebih bisa menikmati daripada tahun ini. Ah, ini hanya kurang matangnya perencanaan saja. Aku harapkan akhir tahun ini kami bisa melewati bersama dengan orang – orang di sekitar kami yang sempat terlupakan (okelah karena salahku, aku yang selalu keterlaluan). Kami hanya bisa berbagi dengan satu orang saja. Meskipun ini bukan moment amazing tapi cukup bagus. It’s not wonderful moment, justru moment saat – saat aku menunggunya kerja lebih menarik dari tahun baru ini.
Kalian jangan salah paham dulu. Please don’t judge me like that. Bukan karena telepon dari teman – temannya yang tidak dia gubris. Untuk hal yang satu itu, jika terjadi dulu kala, aku pasti akan merasa sangat tersanjung. Haahhaha...Itu masa – masa egoisku dulu. Sekarang ini aku justru tidak suka dia melakukan itu. Ah tapi sudahlah, itu menjadi salah satu penyebab pertengakaran kami semalam (tadi pagi tepatnya).
Hari ini rasanya cukup aneh bagiku. Sangat sulit menerima ini sudah tahun 2011. Aku tahu mungkin tidak lama lagi aku akan mulai ditekan sana sini (Aku tidak akan membahas penekanan dalam bentuk apa dan oleh siapa). Biarkan saja, aku hanya akan membuktikan bahwa aku baik – baik saja dan aku sayang mereka semua.
Hei, apa kabarnya dia hari ini? Semalam pulsanya habis. Aku tidak bisa meneleponnya. Walaupun terbangun beberapa kali di pagi hari dan aku tidak mendapati sms notification ‘aku sudah sampai rumah’, aku tidak terlalu panik. Aku yakin dia baik – baik saja. Meneleponnya saat ini bukan waktu yang tepat. Biarkan dia istirahat. Itu yang dia minta.
Siangnya aku hanya mencoba tetap care dengan mengirim SMS – SMS yang ringan. Yah, dia pasti sedang mengerjakan tugas. Dan takjubnya, pukul 2 siang dia membalas SMSku. Secepat itu dia isi pulsa (semoga karena aku memintanya isi pulsa), yang tak terduga, ATMnya masih aku bawa. OMG, forgive me boy. Ini bukan faktor kesengajaan. Sungguh. Kalian harus percaya ini. Kepanikanku bertambah sewaktu sadar Kamis ini aku harus outing ke Bangkok. Ahhhh, God, It’s not nice plan. Aku pikir kami masih bisa melewatkan satu weekend bersama sebelum aku outing dan itu waktu yang tepat untuk menguatkan kami. Entah kenapa aku merasa setelahnya kami akan merenggang lagi (My feeling go away from my mind !!!).
Petang ini, aku bersiap meneleponnya. Oh God, make me more patience. Yah, feelingku lagi yang sebenarnya ingin menelepon sejak sore tadi. Feelingku lagi yang mengajaknya OL. Seribu satu cerita yang sudah aku siapkan nanti langsung menguap seketika. Aku membayangkan bahwa mungkin akan menjadi sedikit lucu kami tidak bertemu hari ini dan besok. Aku yakin aku bisa dan mungkin akan lebih menarik seperti ini, sedikit berbeda dari rutinitas biasa. Aku menahan diri untuk tidak menanyakan tugas – tugasnya.
Ini awalnya, bagaimana kami menutup seminggu training ini dengan pertengkaran (lagi). Aku rasa ini adalah trademark kami sekarang ini. Kalian pasti ingat trademark kami dulu; solid, kompas, cheerful. Ah, miris sekali.
Kepanikanku yang membabibuta menyebabkan ini semua (dan kebohongannya, please jangan salahkan aku sepenuhnya). Aku tidak mengerti bagaimana dia meminta aku percaya sementara dia yang mulai tidak percaya denganku. Bukankah aku yang seharusnya meminta penjelasan? Dia emosi lagi dan mulai membentak – bentakku dengan nada yang angkuh. Aku tidak percaya ini adalah orang yang dulunya begitu menyayangiku. (Aku merindukan dermaga dan kekuatanku).
Rasanya perih mengingat perjuangan seminggu ini yang aku pikir akan berhasil. Sekarang aku yang selalu dipojokkan. Setiap pertengkaran kami, aku yang salah. Aku kehilangan hak tanya dan pembelaan diri. Dia akan menutup kuping dan hatinya rapat – rapat. Setiap kali ini terjadi, saat itu pula aku tidak yakin dengannya. Dia mungkin bukan tulang rusukku (Tuhan buat aku melihat dengan sejelas – jelasnya agar aku bisa memanfaatkan waktu dengan baik). Bahkan dia tidak mau mendengarkan aku menangis. Dia sangat membenci tangisanku. Kalian semua tahu, ini bukan air mata buaya. Aku juga tidak mengharapkan bulir – bulir ini jatuh. KALIAN MENGERTI ????
Aku kemudian mulai bertanya? Apa yang terbaik buat kami? Aku ingin menjaga kebahagiaan yang masih tersisa. Kalian tahu kan berat badanku? Aku tidak bisa memanfaatkan waktu dengan tepat. Sekarang sudah terlambat untuk menaikkannya secara instan. Ah, aku membenci saat – saat aku harus pulang. Tatapan mata wanita tua yang akan menyambutku nanti, seperti mengiris – ngiris. Bagaimana pertanyaannya yang sempat terlontar kemarin; Kok dia tidak ada kabar? Tidak ada ucapan Selamat Natal juga. Ah, Mom, if I could explain about that. Dia tidak akan pernah mengucapkan itu karena di agamanya itu dilarang. Please Mom, don’t think about him again.
Bagaimana merasakan was – was ketika cairan ini keluar terus menerus dan mengeluarkan aroma yang membuatku pening. Bagaimana takutnya mendapati perubahan kulitku yang semakin memburuk. Meraba setiap tulang yang menonjol. Merasakan tiap kesalahan kami (Aku bertahan juga karena tidak ingin memperpanjang kesalahan itu). God, forgive me. Kekakuan ekspresi wajahku. Ini aku sadari sewaktu berangkat ke kantor. Aku mencoba tersenyum saat itu (mengingat banyaknya hari yang akan kami lalui bersama), tetapi tidak ada senyum yang bisa dibentuk di wajahku. Where’s my smile? I lost it. Aku tidak tahu bagaimana tulusnya tersenyum. Ini bukan mendramatisir, tapi memang kenyataannya sudah separah ini. Aku depresi. Inilah yang sebenarnya terjadi. Gejala – gejala itu timbul lagi, aku tidak bisa menghubungi psikiater untuk menyembuhkannya.
Lantas, sekarang aku tidak tahu harus bagaimana lagi? Tidak akan pernah ada lagi diskusi di kamus kami (berganti dengan debat yang dibumbui emosi). Aku tidak tahu bagaimana mengakhiri karma ini.
Aku mulai membenci diriku sendiri. Rasanya tidak ada lagi hal baik yang bisa aku lakukan. Aku sudah mencoba belajar tentang materi kuliahnya tetapi mungkin itu tidak akan berguna walaupun nanti setelah aku menguasainya. Dia tidak suka dikuliahi, apalagi dosennya aku. Aku mencoba membuatnya menjadi seorang pemimpin bagiku seperti keinginannya. Menjadikan dia sebagai tempatku untuk bertanya, seperti perpustakaan. Aku ingin belajar dari dia (mungkin dia akan menganggapku lebih bawel dari biasanya), agar dia merasa berguna. Aku menyerahkan setiap keputusan kepadanya. Bahkan rencana untuk mengisi tahun baru, itu sebabnya aku selalu menjawab setiap pertanyaan dengan jawaban :’Waduh, aku tidak tahu mau diajak kemana sama cowokku’. Banyak hal...Ternyata itu semua kini tidak berarti buat dia. Aku semakin membenci diriku sendiri. Mungkin jika aku harus berakhir dengannya (Ini adalah hal yang paling tidak aku inginkan dalam hidupku), aku harus berpikir 1000 x 1000 untuk memulai hubungan dengan orang lain. Pacaran itu tidak mudah, apalagi untuk serius. Kalian harus mengerti ini. Saranku, lebih baik kalian sendiri, jika pacaran hanya dijadikan sebuah wadah untuk having fun. Ini akan menyakitkan. Trust me. Satu hal lagi, jika setia itu bisa membuat umur lebih panjang, maka serius dalam berkomitmen pun sama halnya. Untuk loyalitas, aku sangat percaya diri, aku memilikinya.
Tujuh hari masa training. Aku tidak tahu apa training ini perlu diperpanjang atau tidak. Dia yang akan mengambil keputusan. Rasanya tidak kuat menghadapi outing nanti dengan keadaan yang seperti ini. Aku berharap bisa seperti tahun kemarin, dimana aku begitu tenang menikmati outing dengan dia tetap tinggal di pikiranku. Tidak sabar sampai di Jakarta lagi karena dia akan menjemputku. Bagaimana dengan tahun ini? God, don’t let me crying again. I’m tired.
Jika dia tidak memberikan kesempatan untuk berubah, aku yang akan memberikan kesempatan untuk diriku sendiri.
God please give me a friend, to stay with me, strengthening my prayers, love with it and praise YOUR name.
Boy...I can’t say anything now. But I’ll stay there, waiting your hand hold me, and your love touch me (again).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar