It’s about a man who always beside me, one year with him.
Laki – laki ini pada awalnya sama sekali tidak menarik. Hanya seorang teman masa SMP, yang aku kenal 2 caturwulan (kurang lebih 8 bulan). Hmmm....bukan, bukan kenal tapi hanya tahu, karena dalam ingatanku aku tidak pernah berbincang apapun, mengenai apapun, dalam bentuk apapun dengannya. Sekali kami pernah keluar bareng (it’s not a date), bersama dengan beberapa teman yang lain. Dia datang ke rumahku bersama seorang teman di hari yang boleh dibilang pagi, waktu itu menunjukkan identitasnya sebagai jam 5 pagi. Tentu saja aku belum mandi dengan bau ketek dan bau jigong dimana – mana. Mereka dengan innocentnya menunggu aku mandi. Aku tidak bisa mengingat dengan detil kejadian sesudahnya. Aku hanya ingat kami bersepeda bersama – sama. Hal yang tidak bisa aku lupakan karena waktu itu dia dijodoh – jodohin dengan sahabatku (Dew, I’m so sorry, He’s my mine now). Satu momment ini saja yang masih tersisa ketika aku mengais – ngais informasi tentangnya di masa lalu kami.
On July, Facebook is my hero.
Aku dikenal di kantor sebagai orang yang paling autis dengan komputerku. Update status menjadi makanan sehari – hari. Kantor dalam kondisi di ujung tanduk pun aku tidak bergeming. Just focus to the screen (Please forgive me my boss and friends). Aku menemukannya. Setelah beberapa waktu yang lampau aku mencoba mencari tetapi tidak menemukan. Lucunya, dua minggu sebelum aku add dia, dia juga sempat mencoba mencariku. Tidak ada kebetulan di dunia ini. Oh God, I belive it.
Dia seperti seorang sahabat di masa kecil. Begitu cepatnya kami akrab dan mengenal satu sama lain, melebihi sahabat – sahabatku yang lain. Satu yang menjadi ganjalanku setelah beberapa hari ngobrol dengannya via dunia yang lain, yang termasuk dalam species ‘teknologi’, he was not single. There was a woman (I don’t want to called her with a girl), and I don’t know why, I felt there was something wrong with them.
Day after day, we was so close. I think it wasn’t just a friend. Aku tidak berharap dia tinggal waktu itu, hanya saja rasanya sayang sekali jika semua petualangan kami harus berakhir di dalam sebuah pilihan. Over PD ku yang membuat aku merasa dia akan lebih bahagia jika dia ada di sampingku. Aku berlagak seperti pahlawan kesiangan, ketololanku yang aku akui sekarang. Aku hendak menyelamatkan dia dari hubungan yang sepertinya menyiksanya. Sekali lagi ini adalah komplikasi dari over PD, sok pahlawan dan sok tahuku. Aku peringatkan ketiganya adalah penyakit yang sangat berbahaya dan bisa membunuh diri sendiri.
Akhir Oktober itu menjadi bulan yang masih saja aku ingat. Kesalahan besar terjadi di sana. Bagaimana dia akhirnya memilih meninggalkan wanita itu setelah tiga hari kami tidak ada komunikasi. Yup, 31 Oktober, setelah wajahku basah melewati ritual di hari keramat, dia mengirimkan message. Singkat. Dia selalu singkat jika mengirimkan message, sesuai istilahnya Short Message Service. ‘Udah tidur?’. Satu pertanyaan yang aku tahu akan mengawali sebuah cerita panjang. Aha !!! Dia kembali. Sebuah penghiburan yang cukup berarti bagiku setelah melewati ‘Hari Sedih’.
Awal November menjadi garis start petualangan – petualangan kami yang semakin menjadi. Aku tidak melihat kesedihan di matanya seperti halnya orang yang baru saja putus. Ah, aku juga tidak pernah merasakan rasa sakit seperti itu, jadi aku menganggapnya hal yang biasa. Yah, satu ketololan dan sok tahuku lagi. Heiiii...Tidak ada yang bisa melukaiku. Aku adalah orang yang berhati besi dan tak tersentuh. Begitulah aku menjaga diriku, agar tidak pernah disakiti.
Ten days later, we was a perfect couple. Aih, rasanya ingin aku pigura bagaimana reaksi dunia melihat kekompakkan kami. Dunia iri, terkadang cemburu, dan takjub melihat kami. Hmmm, kalau kalian mengerti kondisi saat itu, seperti...ummm...berjalan di atas catwalk. Ya...we was a great cou-ple. Do you understand? C-O-U-P-L-E. Blitz menghujani kami dan rahang sepertinya kram karena terus saja melempar tawa kepada setiap mata. Konyol sekali, aku melihat mereka melongoh seperti sapi ompong yang tercebur ke dalam comberan.
Wanita busuk (sorry Madam, I call you like that) terus saja merongrong kebersamaan kami. Ukhhhh...aku tidak tahan untuk melemparnya ke container yang berisi seribu ikan asin. Dia sempat berhasil memecah kami. After one month, seven days, we was ....Aku tidak bisa mengatakannya. Terlalu miris kata – kata itu. Ini adalah salah satu ketololanku lagi, menyerah di waktu yang tidak tepat. Belum saatnya aku menyerah. Kalian tahu? Belum pernah ada sebelumnya, laki – laki yang begitu sungguh – sungguh denganku. Lelaki ini terlihat tidak seperti cobra, buaya atau hewan pemangsa lainnya. Dia adalah manusia sesungguhnya yang bermantel ketulusan. Sungguh pengorbanannya waktu itu menjadi kekuatanku untuk mempertahankannya di medan tempur. (Thank You TMII, nice place). Aku diperlakukannya seperti sebuah guci yang tidak boleh jatuh. Menjaga dan membuat aman. Semakin hari aku merasakannya seperti seseorang yang sangat aku kenal selama 9 tahun. Dad, he was like you.
Dia berhasil menjadikanku sebagai seorang putri dari kerajaan yang megah.
Let’s imagine...
Setiap hari dia selalu membangunkan dan meniupkan nafas yang lebih segar dari udara pagi. Memberikan keyakinan bahwa hari ini aku bisa melalui hari dengan baik. Andai kalian melihat bagaimana caraku menyapa senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu dan minggu waktu itu. Aku merasakan seluruh inner beautyku (yang sebelumnya aku percaya bahwa aku tidak pernah memilikinya) bisa keluar. Orang – orang di sekelilingku yang bisa melihatnya. Dia memberikanku mahkota kebahagiaan. I was trully Princess.
Aku menyukai bagaimana caranya menggandeng tanganku, melingkarkan tangannya di pinggangku, mencuri sebagian makananku, berdebat mengenai cerita masa kami sekolah, saling mengolok – olok mengenai kekurangan kami, saling menceritakan kejadian – kejadian yang memalukan, mengusap – usap rambutku, menjaga ketika aku tidur, menyuapiku....ahh banyak. Aku juga menyukai setiap kali dia kentut di meja makan karena itulah dia. Aku menyukai saat – saat dia terlihat rapuh dan membutuhkanku. Aku menyukai saat – saat dia kangen dan aku tidak mempercayainya bahkan di saat dia kangen setengah hidup. Hahahaha..itu adalah salah satu momen yang menggelikan. Aku menyukai surprise – surprise yang dia berikan. Walaupun dalam bentuk kehadirannya yang tiba – tiba atau telepon di waktu yang tidak terduga. Kado – kado kecilnya. Dan, ada satu hal lagi, hahaha rasanya sakit perutku menahan ketawa. Dia bukan tipe laki – laki pencemburu, tapi ada satu yang bisa membuatnya komat kamit membaca mantera sumpah serapah setiap kali aku menggoda dengan satu nama. Tepatnya seminggu setelah proklamasi hubungan kami, aku bertemu dengan seorang teman, pada saat dia sedang outing. Aih...reaksinya...kalian tahu? Dia membuatku merasa berharga di hatinya. Menelepon tanpa henti. SMS dan marah – marah. Aku malah menanggapinya dengan geli. Dia lucu sekali. Kadang aku ingin sekali membuatnya sedikit ketakutan, tapi saat ini aku tidak tega. Sungguh tidak tega.
Waktunya untukku sangat banyak, bahkan jika dia hanya mempunyai waktu 5 detik dalam hidupnya, maka aku berani bertaruh dia akan memberikan 3 detik bahkan lebih untukku. Sepanjang hari aku melenggang dengan sepatu kaca dan menggandeng bahunya. Romeo and Juliet hanya sebuah cerita klasik yang sangat mungkin kami gusur keberadaannya di dalam rak buku. Amazing bukan? Dia bukan batman, dia hanya lelaki biasa yang menjadi luar biasa ketika berjuang mendapatkanku. Dia hanya seorang lelaki yang menjadi pahlawan dalam membantuku menghadapi hidup. Dia lelaki yang sederhana, bahkan sangat sederhana, tetapi jauh dalam hati membuatku takjub dan hampir tidak percaya bahwa dia sangat bersahaja (If you know who are you). Aku tidak pernah memujinya, tapi kali ini biarkan aku jujur mengakui, dia luar biasa bagiku (Thank’s God). Aku bersyukur dengan keadaannya sekarang, tetapi aku lebih bersyukur dengan keadaannya waktu itu. Yup, aku menyukai dia karena dia adalah laki – laki biasa. Bukan karena dia seorang leader seperti saat ini, bukan karena gajinya yang sekarang hampir menyamai gajiku, bukan karena dia sering beredar ke sana kemari. Aku menyukainya karena dia biasa. Sangat biasa. Aku bersyukur karena waktu itu dia hanya orang biasa.
Kalian tahu betapa beruntungnya aku, dia bahkan lebih memilih di kamar menemaniku lewat telepon daripada nonton TV atau berjalan – jalan bersama keluarganya. Dia lebih memilih meneleponku daripada berbaur dengan teman – temannya sewaktu outing. Dan aku kadang tertawa geli mendengar mantera – manteranya karena harus hadir di acara ini itu, mengurangi waktu kebersamaan kami. Kalian pasti tidak percaya saat itu aku bahkan meneguhkannya untuk menikmati itu semua. Aku bersyukur karena waktu itu aku mengenalnya sebagai anak rumahan yang sangat dipantau oleh keluarganya.
On my birthday, dia juga memberikan surprise yang menakjubkan (Thank you so much for the surprise). Usia 23 yang penuh keajaiban bagiku karena merasa memilikinya. Dan kekompakan kami juga terasa ketika berbagi makanan dengan orang di jalanan. Ah, God, give us another chance.
Senang juga melihat dia bisa membaur dengan keluargaku. Aku masih ingat dia pernah mengatakan satu hal : ”Aku ga nyangka lho kamu sedekat itu sama adik – adikmu”. Aku senang dia bisa care juga sama keluargaku. Kalian tahu, bagaimana bangganya aku mengenalkannya pada ibu. Mom, I also have the one like you have my father. They was same.
Aku lupa kapan badai itu dimulai. Semua terjadi begitu cepat. Aku tidak tahu lagi apakah ini masih ada sangkut paut dengan masa lalunya atau tidak. Aku bahkan tidak mengerti bagaimana ini terjadi. Dia menjelma monster. Saat ini yang ada di sekelilingku hanya puing – puing kebersamaan kami yang sudah hancur. Caci maki kami temui dari masing – masing mulut kami. Tidak ada lagi yang namanya kebersamaan. Bagaimana kami bisa melewati setiap rintangan ? Kami tidak lagi satu melainkan dua. Kami semakin lemah dan mudah dihancurkan. Inilah kami sekarang. Seribu kali kami berusaha meyakinkan satu sama lain dengan kata sayang, tetapi pada kenyataannya kami seperti bermusuhan. Aku ingat film Mr & Mrs. Smith. Bagaimana mereka harus saling membunuh demi orang – orang di sekeliling mereka? Padahal di mata masing – masing mereka sadar sayang itu masih ada. Lebih baik bertempur melawan musuh daripada bertempur melawan diri sendiri dan orang yang kita sayangi.
Aku tidak lagi merasakan aman ketika ada di samping dia. Aku sendiri ragu apa sayang itu masih ada. Aku juga tidak bisa merasakan angin di Dreamland. Apa yang aku sukai menjadi memuakkan baginya dan apa yang dia sukai menjadi memuakkan bagiku. Bagaimana aku bisa menjalin hubungan dengan orang seperti ini? Dia orang asing. Aku tidak mengenalnya. Bagaimana kami bisa bersama selama ini? Aku pikir kami ini satu pikiran, satu jalan, satu selera. Aku tidak menyangka kami jauh berbeda. Lalu siapa yang bersamaku selama ini? Siapa yang selalu mengatakan ‘iya’, ‘aku juga suka’.
In Loving Memory tidak lagi menjadi jimat. Tidak berfungsi sama sekali. Dulu, aku pernah mengatakan, jika salah satu hilang atau berbeda, yang lain harus menyadarkan sambil puterin lagu itu. Kami sangat yakin lagu ini mempunyai kekuatan untuk menyatukan kami lagi. Sekarang aku ragu. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya mencoba.
Aku membenci feeling – feelingku yang selalu dianggap sebagai negative thinking. Aku benci merasa kalah seperti ini. Sungguh aku membenci sabotase oleh pihak lain. Aku merasakan ada pihak – pihak yang membenciku dan mencuci otaknya. Dia bukan dia. Dia hanya alat yang dimainkan oleh pihak itu. Ini yang aku yakini. Oleh karenanya, aku tidak pernah benar – benar pergi meninggalkannya, tidak pernah bisa. Aku yakin ini bukan dia. Aku yakin ini hanya sementara. Kami harus menemukan satu sama lain secepatnya, sebelum kami ditelan takdir yang lebih ganas.
Seandainya aku boleh meminta, di hari Natal ini. Mr. Santa, berikan dia yang dulu sebagai kado untuk Natal tahun ini. Aku yakin kami bisa mengubah dunia dengan kebersamaan kami. Please...give me him, tanpa ilalang di sekelilingnya yang kini tumbuh sangat lebat dan membatasi jarak pandangku.
Belly Bear, do you still remember about us?